Joki dari Peta Kehidupan

Udah jarang buka FB eh baca note super milik teman kelas Fisika E, Linda Armitasari. sayang dia gak nulis di blog, tapi karena notenya di share ke beberapa temannya, gw bermaksud membagikannya dengan pembaca disini. Silakan dibaca untuk renungan !!

Assalamu’alaikum,
Kembali ingin menyapa Sahabat –Setitik Tinta di pagi ini yang insya Allah berselimut dengan karunia Sang Maha Pemurah, Allah Swt.

“Kemarin (26/1) saya bersama seorang sahabat (panggilnya -Mba Tinuk) ke  perpus univ (UPT), tepat di lantai 3 sayap utara, ber-properties kayu dan almari clasik (coklat muda). Masa libur kayak gini, banyak juga yang mengisi ruang tersebut dengan berbagai list aktivitas. Psikologi …, Psikologi…, lagi-lagi Psikologi,
pertama sekali mata tertuju pada sekolompok buku itu. Langsung. tertarik! Apalagi ada yang judulnya membaca karakter orang dari wajah (tapi jangan terlalu percaya sih, itu hasil penelitian dari berapa responden dulu? hehe, yang jelas tak ada yang sejati yang lebih tahu sifat dan akhlak kita, selain Allah Sang Maha Tahu. Hehe jadi gak boleh asal ngereka. sembari tersenyum “…, jangan terlalu percaya gituan,” pesan sahabat lain (-Mba Nisa) yang barusan ketemu juga di sudut ruangan itu.”) Satu dari buku yang sempat saya baca berjudul “Wawasan Kemandirian Calon Sarjana.”  Ditulis oleh Bapak Walnegs.Jes (Motivator Keluarga Indonesia, beliau ini telah mengajar dan memberikan pelatihan lebih dari 250 kelas yang berbeda). Yang baru/sudah lulus pun tak ada kata terlambat untuk membaca buku itu.
...
Yang menulis note ini hanyalah diri yang ingin terus menggerakan hatinya,
dan tidak lebih banyak ilmunya dari yang membaca.
Sedikit yang ingin saya bagikan intikat (intisari singkat) dari buku di atas.
*** Di awali dengan kalimat “Mengapa ada orang biasa dan orang luar biasa?”Kuncinya, ada pada konsep memanfaatkan dan mengalokasi waktu. Waktu adakah suatu variable yang berbanding terbalik dengan bermacam keinginan. Semakin pendek sisa umur, semakin banyak pula keinginan.
Maka, “Do it now.”
Dari hasil survei pada 100 responden oleh salah seorang peneliti, waktu produktif manusia itu hanya 35%, artinya 65% lainnya nonproduktif (di dalamnya ada aktivitas tidur, refresing, sakit, komunikasi, dan lainnya). Maka, orang yang luar biasa akan memanfaatkan waktu 35% ini dengan semaksimal mungkin. Bagi mereka, Time’s money, Time’s gold, Time’s opportunity.
Menurut Pak Walnegs, ada tiga kiat memanfaatkan waktu, apa itu?
Pertama, membuat skala prioritas (Misal 3 - 5 skala prioritas, kalau 20 mungkin bukan lagi prioritas ya).

Skala prioritas           Tujuan (Hal yang ingin dituju)                          Target waktu               
Prioritas 1                        Menyelesaikan studi                                                     Mei  2015 (Misalnya,)
…                                                                           ….                                                                                           …
Prioritas 5

Pada poin ini, ternyata ada pula hal-hal yang harus kita tinggalkan.
-          Bermusuhan
-          Mengkritik orang
-          Protes terhadap keadaan (point ini ada korelasinya dengan firman Allah QS. Ibrahim :7, tentang syukur -red)

-          Menyalurkan hobi yang tidak produktif
-          Berlama-lama dalam suatu pekerjaan (Tapi gak buru-buru juga –red)
-          Dan lainnya
Kedua, mengalokasikan waktu.
Point ketiga, buat cekl list (Thing to Do). Menulis apa saja yang harus kita lakukan hari ini.  Saat rehat malam hari, mengevaluasi kegiatan tersebut. Misal, ada 2 dari 5 list yang kita lakukan, berarti hanya 40% mimpi yang tercapai hari ini.

Sebagai akibat aksi sejalan dengan dimensi waktu, maka akan muncul suatu reaksi, ialah perubahan. Secara idealitas, bahwa perubahan adalah suatu keniscayaan yang tidak ditunda, ditawar,  dihindari, apalagi ditolak. Hmm, berat juga ya, ibaratnya sudah harga matinya, hehe.
Perubahan bisa menjadi masalah, bisa juga menjadi peluang. Maksudnya gimana ni?
Misal, katakan saja orang yang baru/sudah lulus. Titik masalahnya, ia akan dituntut untuk terjun ke dunia kerja (walaupun ada yang melanjutkan, namun tuntutan kemandirian pribadi pasti ada). Peluangnya, ia akan mendapatkan pekerjaan yang kualifikasinya minimal strata yang sudah ditempuh.

Point yang tak kalah pentingnya adalah “Memimpin Perubahan, Bukan dipimpin Perubahan.”  Menjadi pribadi proaktiflah yang akan mendorong point ini. Berpikir ke depan sebelum terjadi. 
Ada tiga siklus langkah dalam memimpin perubahan.
Pertama, meng-update perubahan (Misal, Yudisium dilaksanakan tanggal berapa ya?)
Kedua, daftar bobot danpak perubahan (Persyaratannya apa  saja yang dibutuhkan?)
Ketiga, tindakan prioritas (Memanfaatkan waktu untuk menyelesaikan semua persyaratan)

***
Sahabat ST,
mungkin sedikit  yang dapat saya bagikan dari sebuah buku yang keren ya menurut saya, mengajarkan kita tentang suatu tindakan praktis.
Tak ada kata terlambat, lagi-lagi karena belajar adalah suatu proses.

“Setiap kita adalah ‘joki’ (penunggang kuda) yang siap mengarahkan kuda kita, mau kita arahkan ke mana, karena hidup adalah pilihan.”

“Setiap kita punya peta hidup masing-masing. Maka, jangan khawatir karena setiap kita akan diberikan bagian yang tak akan pernah tertukar, tugas kita hanyalah ikhtiar dan kesempurnaan ikhtiar itu adalah tawakkal.”

Wassalamu’alaikum,
Salam Setitik Tinta
Salam dari Sahabatmu yang masih belajar
L.A  

0 Comments